*****
“Puti…eh…kamu… lihat Achiet nggak?” tanya Mike dengan napas naik turun kelelahan.
Puti yang sedang menyantap bubur ayam di kantin sekolah menggeleng pasti, “Nggak tuh!”
“Oh…ya udah!” dan Mike berlari lagi seperti dikejar setan.
Puti cuek aja melihat kelakuan Mike dan kembali melanjutkan sarapannya. Baru satu suap masuk ke dalam mulutnya, tiba-tiba Zya sahabatnya, menepuk keras bahunya.
“Uhuk…gila ya, nggak lihat aku lagi makan!” dan Puti pun terbatuk-batuk.
Zya menangkupkan tangannya, “Aduh sori-sori, nggak sengaja. Eh, hari ini ada apa sih? Kok semua anak cowok sepertinya sibuk banget nyariin Achiet.” tanya Zya penasaran.
“Oh ya? Aku belum sempat masuk kelas sih, cuma tadi barusan si Mike lewat sini dan dia juga tanya dimana Achiet. Memangnya Achiet kenapa ya, belum bayar hutang kali? Kebiasaan.” ujar Puti asal.
“Iya kali ya.” sahut Zya juga asal sambil menyomot kerupuk di dalam mangkuk bubur Puti, diiringi pelototan mata Puti. “Satu aja… pelit amat sih!” ejek Zya.
Jam tujuh tepat saat pelajaran hampir dimulai kelas tetap saja ribut. Sekelompok anak cowok berkerumun di belakang sambil sesekali mendengungkan nama Achiet. Puti yang sedang sibuk membersihkan giginya dengan dental flash akhirnya penasaran juga, dan Ia pun menarik tangan Gery yang tepat berdiri di belakangnya. “Eh, ada apaan sih? Kok dari tadi aku dengar nama Achiet disebut-sebut?”
“Sudah deh nggak usah tanya-tanya. Ini urusan cowok!” seru Gery galak.
“Uh, payah!” dan Puti pun kembali lagi ke tempat duduknya dengan sebal.
Lima belas menit kemudian saat pelajaran telah dimulai dan Pak Nawi sang guru geografi telah memapangkan peta di papan tulis. Dari deretan belakang masih terdengar dengungan suara anak-anak cowok yang sibuk kasak-kusuk nggak jelas. Yang jelas terdengar oleh Puti hanyalah sebuah kalimat yang sering diulang-ulang, yaitu: “Achiet kemana sih, kok nggak datang-datang?”
Tok…tok…tok…terdengar ketukan pintu dan dibaliknya berdiri Achiet yang basah kuyup oleh keringat, dia hanya cengar-cengir ketika kemudian Pak Nawi berceramah mengenai keterlambatannya. Akhirnya setelah berbasa-basi sekitar lima menit lamanya, Achiet diperbolehkan mengikuti pelajaran.
Pada saat Achiet berjalan menuju kursinya, tiba-tiba sekumpulan anak cowok yang sedari tadi sibuk menggunjingkan gadis itu langsung mendekatinya. Ada yang berusaha membawakan tasnya yang hari ini kebetulan seperti orang pindahan, ada yang menggeserkan kursinya dan beragam jenis perlakuan istimewa lainnya. Achiet pun hanya bingung menatap mereka, tidak biasanya dia diperlakukan begini. Biasanya juga pada cuek bebek, peduli amat Achiet mau ngapain. Seperti bulan lalu saat Achiet nggak bisa turun dari atas pohon mangga di kebun belakang sekolah nggak ada tuh anak cowok yang mau nolongin. Dia harus menunggu setengah jam sampai akhirnya Pak Marwan, satpam sekolah, datang membawakan tangga untuk turun.
“Hei, ini kenapa cowok-cowok pada merubungi Astrid? Memangnya Astrid tukang obat? Cepat kembali ke kursinya masing-masing!” perintah keras Pak Nawi dengan logat Jawanya yang khas.
*****
Pada jam istirahat, Achiet kembali dihujani jutaan perhatian. Mike sudah membawakan semangkuk bakso, Willy menjinjing seplastik gorengan, Ozha memberikan bungkusan berisi sate ayam, dan masih ada sekitar enam cowok yang berebut menawarkan beragam jenis makanan untuk Achiet. Sementara Gery, the ‘lemot’ one, malah mempersembahkan setangkai bunga mawar untuk Achiet (sama sekali nggak berguna, memang bisa dimakan?)
“Maksud kalian semua apa sih? Lagi pada ngerjain aku ya? Memangnya sekarang April Mop?” tanya Achiet kebingungan.
Puti dan Zya yang baru saja masuk ke kelas benar-benar terkejut melihat apa yang sedang terjadi. “Aduh kenapa tukang jualan pada pindah ke kelas sih?” tanya Puti heran.
“Iya nih! Eh, ada yang bawa bakso, aku minta donk?” pinta Zya pada Mike.
Mike merengut, “Enak aja, bakso ini hanya kupersembahkan kepada putri Achiet seorang.” ujarnya, dan disambut oleh ejekan dan ekspresi jijik anak-anak yang ada di situ.
“Ih, semua pada aneh deh! Ayo Zya, Put kita cabut aja!” ajak Achiet, kemudian melangkah keluar kelas diikuti oleh Puti dan Zya. Sementara gerombolan cowok edan itu tetap berusaha mengejar Achiet. Alhasil Achiet jadi bermain kejar-kejaran dengan cowok-cowok itu.
Puti dan Zya saling berpandangan, “Coba bilang deh sebenarnya kita itu anak kelas dua SMU atau kelas dua SD sih?” tanya Zya bingung.
“Tauk nih. Tingkah laku mereka kayak adegan di film Kuch Kuch Hota Hai aja?” ejek Puti.
“Terus kita mesti ngapain nih Put?” tanya Zya, ikut-ikutan panik.
“Kita harus menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi. Aku rasa ada yang nggak beres deh sama cowok-cowok itu, pasti ada udang di balik batu! Kita nggak boleh biarin Achiet dipermainkan seperti itu.” instink detektif Puti mulai berjalan, sementara Zya hanya mengangguk-angguk sambil tetap memandang adegan kejar-kejaran di depannya.
*****
“Achiet?! Ernest gebetanku juga ikut nembak kamu? Hah?! Nggak mungkin!”
“Betul kok, Put. Dia cowok yang ke…” Achiet menghitung jari tangannya, “Keempat belas!”
Puti melempar batu kerikil ke dalam kolam, “Aduh, jangan ekstrim begitu donk Chiet!”
“Nggak percaya ya? Dari kemarin malam sampai tadi pagi sudah ada 20 orang yang nembak aku. Sebentar deh, aku aktifin hand phone-ku dulu. Lihat ya, pasti sebentar lagi ada yang nelpon aku.” dan benar saja, tak lama setelah Achiet menghidupkan ponselnya langsung terdengar deringan yang melengking.
“Dari Anton.” bisik Achiet dan dia mendiamkan saja telponnya berdering sampai mati sendiri. “Nah sekarang kamu bisa bantu jelasin nggak apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Achiet makin pusing.
“Maaf Chiet, aku benar-benar nggak tahu kenapa semua anak cowok jadi begitu. Kamu nggak merasa berbuat sesuatu yang memancing mereka untuk suka sama kamu khan?” tanya Puti curiga.
“Memancing? Maksudnya bagaimana nih?” tanya Achiet polos.
Puti menggerak-gerakkan tangannya, “Yah, seperti main pelet atau apalah.”
“Yee, amit-amit deh Put, memangnya aku Nini Pelet apa?! Sumpah, demi dicium Elijah Wood, nggak mungkin aku punya pikiran kayak gitu.” tolak Achiet mentah-mentah.
“Yee sumpah kok minta dicium Elijah Wood? Kalau itu sih aku juga mau. Ya maaf deh, habisnya jalan pikiran kamu suka ajaib sih. Mmm, sekarang aku pulang dulu ya, sudah sore. Kalau perlu aku akan paksa si lemot Gery untuk ngasih tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
*****
“Eh Puti, habis darimana? Kok jam segini baru pulang?” tanya Mamanya ketika melihat Puti pulang saat menjelang petang.
“Dari rumah Achiet Ma, biasa diskusi masalah cewek.”
“Ya tapi ‘kan nggak usah sampai sore-sore begini. Memangnya kamu sudah belajar?”
Puti mencomot bakwan goreng yang ada di meja makan, “Ah Mama, ‘kan sekarang hari Minggu.”
“Tapi besok Senin sekolah ‘kan?” Mamanya mengingatkan.
“Iya, nanti deh habis mandi baru belajar.” jawab Puti sambil cengengesan.
“Eh, Achiet teman kamu itu nama panjangnya Astrid Mirinda khan?” tanya Joey, kakak laki-lakinya yang tiba-tiba ikut nimbrung.
“Iya, Astrid Mirinda. Memangnya kenapa?” Puti menjadi curiga.
“Bilang selamat ya ke dia, ditunggu traktirannya.” ujar Joey pendek.
Puti mengingat-ingat, “Memangnya Achiet lagi ulang tahun?” tanyanya.
“Ih, makanya kalau ada koran tuh dibaca. Nama sahabatnya terpampang besar-besar di koran kok nggak tahu.” Joey melemparkan selembar koran dan saat itu Puti pun mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
*****
Keesokkan harinya Puti, Zya dan Achiet berkumpul bersama di pojok aula, mereka bersembunyi dari kejaran cowok-cowok sinting yang masih sibuk memuja-muja Achiet.
Puti menyerahkan selembar koran edisi kemarin lusa kepada Achiet, “Baca koran ini baik-baik ya!”
“Buat apa sih? Sudah tahu aku paling malas baca koran.” ujar Achiet.
Zya menunjuk lembaran koran itu, “Tapi kali ini kamu harus baca, Chiet. Karena dalam koran ini ada jawaban kenapa cowok-cowok gila itu pada sibuk deketin kamu.”
Achiet dengan ogah-ogahan akhirnya membuka lembaran koran tersebut, dan…
PEMENANG UNDIAN BONUS BANK INDONESIA RAYA
WOW 500 JUTA RUPIAH
ASTRID MIRINDA (SMU JAKARTA 3)
“Hah! Aku menang lima ratus juta? Gila! Ini beneran? Eh, ini namaku kan?” Achiet masih melongo.
“Iya siapa lagi. Nah sekarang kejawab khan kenapa kamu bisa jadi the most wanted girl.” sahut Zya.
“Tunggu deh, apa hubungannya aku menang undian sama ulah cowok-cowok itu.”
“Yah, doi telmi!” ejek Zya.
“Sudah jelas khan kalau gerombolan cowok itu cuma mau ngejar…”
Achiet memotong ucapan Puti, “Ngejar duit 500 jutaku!” sadar Achiet. “Uh… dasar cowok-cowok matre!” teriakan Achiet terdengar menggelegar.