Ide novel ini berawal dari pemikiran tentang, bagaimana sih penerbit-penerbit di Indonesia bisa mendapatkan hak edar/terjemahkan novel-novel import? Pasti kan mereka pergi ke suatu pameran internasional dan mencari buku-buku yang sedang booming untuk diterbitkan di Indonesia.
Iseng aku tanya ke Marcom sebuah penerbit di tanah air, kemana sih biasanya editor mereka suka mengunjungi pameran? Tercetuslah nama Frankfurt Book Fair.
Sampai situ ada ide untuk bikin kisah tentang editor yang pergi ke pameran buku di luar negeri dan waktu mau beli hak edar suatu novel ternyata ada masalah, yaitu si penulis tidak mau menjual hak edarnya khusus ke dia, karena sebab-sebab khusus (waktu itu belum kepikiran apa). Tadinya sih ceritanya mau dibikin si editor dan penulis akhirnya jadian, tapi kayaknya ketebak banget ya.
Sampai situ case closed. Ide cuma sekadar ide karena aku lagi fokus ke naskah yang lain dan alhasil cuma masuk ke buku ide saja. Sampai awal tahun 2013 aku dikenalkan ke Mbak Gina S. Noor, owner dari Plot Point. Aku mengusulkan ide cerita Runway to Runaway itu. Yes, sebelum menjadi Relung Rasa Raisa, judulnya adalah Runway to Runaway (kalau sudah baca 3R, pasti menemukan kalimat itu muncul di salah satu percakapan mereka). Lalu, setelah Mbak Gina oke dengan idenya, mulailah aku menulis. Kisah mulai berkembang sampai akhirnya jadilah versi terakhir yang terbit.
Editor yang dipilihkan Plot Point ternyata adalah Mbak Donna Widjajanto, orang yang kukenal di group penulis dan editor. Karunia deh, karena aku sudah kenal sehingga komunikasinya lebih lancar. Mbak Donna jadi teman curhatku juga hehe...
Tadinya aku hanya diberi waktu 3 bulan untuk menyelesaikan naskahku. Sesuatu deh buat aku, karena aku harus membagi waktu antara kerja kantoran, tugas ibu Rumah Tangga dan kegiatan rutinku lainnya. Pun di tahun 2013 itu keluargaku mendapat musibah karena adik cowokku meninggal dunia karena kecelakaan. Selama masa berduka aku nggak mood sama sekali menulis sampai akhirnya tulisanku selesai mundur sampai 6 bulan kemudian. Pertengahan 2013.
Masa-masa pengeditan pun tidak berlangsung dengan mudah, banyak hal yang perlu dirubah, diedit, diganti, dihilangkan (termasuk adegan-adegan semi vulgar yang tadinya mau dimunculkan hehe). Semuanya itu aku jalani sampai akhirnya novel itu rilis di Januari 2014 (tadinya direncanakan Oktober 2013 biar sesuai dengan setting waktu di novelnya)
Yap, semua indah pada waktunya. Saat ini kalian sudah bisa memperoleh novel itu di toko-toko buku terdekat.
Gambaran tokoh:
Iseng aku tanya ke Marcom sebuah penerbit di tanah air, kemana sih biasanya editor mereka suka mengunjungi pameran? Tercetuslah nama Frankfurt Book Fair.
Sampai situ ada ide untuk bikin kisah tentang editor yang pergi ke pameran buku di luar negeri dan waktu mau beli hak edar suatu novel ternyata ada masalah, yaitu si penulis tidak mau menjual hak edarnya khusus ke dia, karena sebab-sebab khusus (waktu itu belum kepikiran apa). Tadinya sih ceritanya mau dibikin si editor dan penulis akhirnya jadian, tapi kayaknya ketebak banget ya.
Sampai situ case closed. Ide cuma sekadar ide karena aku lagi fokus ke naskah yang lain dan alhasil cuma masuk ke buku ide saja. Sampai awal tahun 2013 aku dikenalkan ke Mbak Gina S. Noor, owner dari Plot Point. Aku mengusulkan ide cerita Runway to Runaway itu. Yes, sebelum menjadi Relung Rasa Raisa, judulnya adalah Runway to Runaway (kalau sudah baca 3R, pasti menemukan kalimat itu muncul di salah satu percakapan mereka). Lalu, setelah Mbak Gina oke dengan idenya, mulailah aku menulis. Kisah mulai berkembang sampai akhirnya jadilah versi terakhir yang terbit.
Editor yang dipilihkan Plot Point ternyata adalah Mbak Donna Widjajanto, orang yang kukenal di group penulis dan editor. Karunia deh, karena aku sudah kenal sehingga komunikasinya lebih lancar. Mbak Donna jadi teman curhatku juga hehe...
Tadinya aku hanya diberi waktu 3 bulan untuk menyelesaikan naskahku. Sesuatu deh buat aku, karena aku harus membagi waktu antara kerja kantoran, tugas ibu Rumah Tangga dan kegiatan rutinku lainnya. Pun di tahun 2013 itu keluargaku mendapat musibah karena adik cowokku meninggal dunia karena kecelakaan. Selama masa berduka aku nggak mood sama sekali menulis sampai akhirnya tulisanku selesai mundur sampai 6 bulan kemudian. Pertengahan 2013.
Masa-masa pengeditan pun tidak berlangsung dengan mudah, banyak hal yang perlu dirubah, diedit, diganti, dihilangkan (termasuk adegan-adegan semi vulgar yang tadinya mau dimunculkan hehe). Semuanya itu aku jalani sampai akhirnya novel itu rilis di Januari 2014 (tadinya direncanakan Oktober 2013 biar sesuai dengan setting waktu di novelnya)
Yap, semua indah pada waktunya. Saat ini kalian sudah bisa memperoleh novel itu di toko-toko buku terdekat.
Gambaran tokoh:
- Raisa Nathaya Candrakirana : 25 tahun, si gadis bermata penuh pesona, pemilik tato kupu-kupu di tengkuknya ini adalah editor dari AhA Publishing. Sebuah penerbit yang sedang mengalami masa sulit dan hampir bangkrut. Tugas Raisa adalah mendapatkan hak edar sebuah novel terkenal agar dapat diterbitkan di Indonesia dan menyelamatkan AhA Publishing dari kebangkrutan. Raisa wanita yang sangat logis. Banyak menggunakan otak, pikiran ketimbang hati. Makanya ia terkesan dingin, cuek dan galak. Padahal hal itu ia lakukan untuk melindungi dirinya dari masa lalunya yang kelam.
- Augusto Caesar Soeprobo : 26 tahun, si pria selengean, berambut ikal berantakan, yang sikapnya sekacau rambutnya. Caesar punya jutaan misi yang ditujukan ke seorang gadis yang merupakan cinta masa lalunya. Hidupnya berputar hanya untuk gadis itu, sampai takdir mempertemukannya kembali dengan dia, seseorang yang begitu membencinya sampai ke sendi-sendi kulitnya.
- Jan Marco : 40 tahun, pria serius yang terlihat lebih tua dari usianya sendiri. Marco punya masa lalu yang amat sangat menyedihkan yang berkaitan dengan peristiwa kerusuhan Mei 1998. Peristiwa itulah yang membuat Marco akhirnya menuangkan kisahnya dalam sebuah novel yang booming secara internasional tapi dilarang terbit di Indonesia.
- Lilo : 26 tahun, si badut penghibur, playboy dan sangat mudah menarik perhatian kaum hawa. Dialah yang menolong Raisa selama gadis itu pergi ke Frankfurt dan Aachen. Lilo juga punya keterikatan dengan orang-orang yang menjadi pusat utama kisah novel ini. Ehm, sepertinya suatu saat nanti saya pengin bikin novel khusus tentang Lilo. Dia terlalu memesona untuk dibuat seklias di Relung Rasa Raisa :)